Kamis, 29 Desember 2011

Hati-hati dalam memilih Rumah sakit & dokter

Tulisan ini adalah jeritan hati dari seorang ibu, yang baru saja "kehilangan" anak keduanya yang baru berumur 2 tahun 11 bulan (21 Januari 2012 dia genap 3 tahun) tanggal 27 Desember kemarin. Saya hanya mengedit sedikit kesalahan pada pengetikan dan menambahkan hal-hal yang penting untuk diceritakan tapi terlewatkan (tulisan miring/ italic)
Si Ibu menulis pada 3 lembar kertas sobekan buku dan suaminya mengetik ulang menggunakan m-word.).
Kasus nya berlanjut ke jalur hukum, paling tidak sudah 2 media masa cetak dan elektronik pada 5 Januari 2012. berikut kisahnya...

RS. KARTIKA…..OH…KARTIKA

Pertama anakku di rawat ditempatmu, sungguh aku berharap anakku bisa baik, anakku kesakitan mengalami perut kembung, susah buang air besar.
  1. Infus yang kau berikan untuk anakku dari awal datang sampai besok pagi. Sustermu tidak mengerti bagaimana jalannya bagaimana jalannya infus yang seharusnya. (suster mengatakan bahwa infus memang harus pelan-pelan, padahal infus itu 2 hari belum habis 1 botolpun. setelah tanya dokter seharusnya 1 hari bisa habis 2-3 botol. Apalagi pasien puasa 2 hari!)
  2. Dokter yang menangani yang kau berikan kepadaku tidak kamu katakan bahwa dokter ini adalah dokter tamu, dia hanya memeriksa dan setelah itu tidak memberikan jawaban yang pasti kapan di operasi. Hanya jawaban dari suster bahwa ini masih di observasi, aku percaya pada saat itu, tapi lama-kelamaan doktermu itu tidak kunjung datang lagi untuk memeriksa anakku, aku hanya berhubungan dengan suster-suster mu saja dan dokter jaga yang selalu bertanya tentang kondisi anakku, setiap dokter jaga yang memeriksa anakku pasti menanyakan hal yang sama, seharusnya dokter jaga itu sudah tahu dari rekap medis dokter penaggung jawab dong, tapi itu semua tidak ada yang tahu, semuanya polos. (awal bersedia operasi dilakukan rumah sakit ini karena yg menangani adalah dr. Rio -katanya masih murid dr.Diky yang pernah mengoperasi Rasya di Al Islam Bandung. Ternyata yang mengoperasi adalah dr. Edi yang riwayat medis pasien aja blm tau! yah... dateng2 operasi-selasai!! gitu deh kasarnya...)
  3. Masih bertanya pada suster-suster mu tentang kondisi anakku, mereka bilang masih diobservasi. Karena observasi dan puasa harus dilakukan 2/3 hari, wah kelamaan! Aku tanya lagi pada sustermu kalau aku mau ketemu dokter pananggung jawabnya, eh malah dikasih dokter jaga lagi dengan pertanyaan yang sama, dokter jaga itu menanyakan riwayat anakku. oh…..sepertinya  dokter-dokter mu itu kurang komunikasi dengan dokter yang lainnya.
  4. Akhirnya aku bertanya lagi kapan ini akan ada tidakan, tapi tindakan pun jawabannya tidak ada. Sebelum dioperasi anakku masih sadar !!!! Aku selalu berkomunikasi dengan dokterku yang pernah menangani anakku di Bandung.
  5. Setelah aku bilang pada sustermu bahwa aku akan pindahkan anakku ke Bandung, sustermu panik dan dia berkata "sabar bu nanti akan tanyakan dokter dulu,” Eh…. malah yang datang dokter jaga lagi !!!! dan dengan polosnya masih menanyakan riwayat anakku, ternyata sepertinya rekapan di tempatmu itu ga’ada, atau mungkin setiap dokter meriksa itu tidak ada tulisan dikertas, hanya disimpan di otaknya saja, jadi cukup dia yang tahu.
  6. Aku memaksa akan keluar dari rumah sakit mu tapi sustermu datang dan memberikan surat pernyataan operasi, dan aku diberi pilihan yang bingung, sustermu bilang “ ibu dokternya sudah siap operasi anak ibu “ Akhirnya aku putuskan anakku dioperasi di tempatmu dengan harapan anakku akan membaikdan sehat kembali.
  7. Jam 9.30 malam aku turun ke lantai 2 untuk operasi anakku. Tapi ada sustermu yang datang dan bilang padaku dengan nada yang tidak enak di dengar dan seharusnya tidak seperti itu, “ ibu sudah bayar biaya opersainya?”….Wow hatiku teriris dan ingin marah. Sepertinya ruang operasi dan suster itu merupakan merupakan malaikat yang akan memberikan kesehatan atau anakku menjadi baik. Sustermu bilang lagi, “ibu obat-obatan nya mahal, satunya Rp. 500.000,- x 3, Rp. 250,000,- x 3, ibu kan di kelas tiga, gimana bu atau obat-obatan nya mau diganti saja?!”……..oh…hinaan lagi yang ku dapat !!!
  8. Beberapa saat kemudian operasi selesai. Suster memberikan anakku dalam keadaan meronta-ronta seperti orang kesakitan dan aku bertanya” kenapa ini suster kok anak saya seperti ini”, suster dan bapak itu bilang ini efek obat bu, saya bilang lagi kalau efek obat bius tidak seperti ini, dia akan tertidur, tapi ini meronta-ronta.
  9. “Saya bilang anak saya ini kejang”
    “Bukan bu, itu efek obat”
    “Saya bilang anak saya kejang”
    “Bukan bu, itu obat sudah biasa”
    “Saya teriak anak saya kejang suster”
    “Ga apa-apa bu….”
    “Anak saya kejang.!!!!!!!!!!!!!!!”
    Akhirnya anak saya kejang-sekejang kejangnya dan tidak sadarkan diri sampai keluar busa dari mulut nya, barulah suster dan bapak itu panik dan tidak ada satu dokterpun disana untuk menolong Putra Rasya.
    sebelum itu, keluarga "sempat" ditemui dokter bedah anak yang mengatakan;
    "operasi berhasil bu, malah saya angkat usus buntu anak ibu".
    "lho kok usus buntu dok?" kata si ibu. "iya bu, biar nanti sudah besar ga akan kena usus buntu" dokter menimpali.
    "oh .. gitu ya dok? makasih kalo gitu. Tapi kenapa anak saya meronta seperti ini dok?!)
    "gapapa bu, efek obat bius, ibu berdo'a saja. nanti suster yang tangani"
    Dan pergilah pulang sang dokter.....
    9.suster dan bapak itu panik mencari dokter padahal belum sampai satujam  tapi dokter2mu sudah  tidak ada (pulang). dr.bedah dan dr.anastesi sudah pulang, dan saya kaget dokter jagapun tidak ada baru setelah 15 atau 20 menit dokter jagamu datang karena di telpon dengan kata cito!!! 
    Aku kecewa!...
    Anakku kejang berkepanjangan sampai akhirnya koma, dan tak ada satu dokterpun yang bisa menolong.
    10.akhirnya masih dalam keadaan kejang anakku dibawa ke ruang icu, di ruang icu aku masih berharap anakku bisa sadar.

    oya kartikaku...
    sepengetahuan aku, pasca operasi pasien itu tidak boleh ditinggalkan oleh dokternya,susternya atau jangan dulu diberikan pada keluarganya kalau keadaannya belum stabil. kau ceroboh kartika ku
    11.aku tak menghilangkan perlakuan dr.anakkmu pada putraku yang sangat spesial.terimakasih        dr. Gondho segala upaya telah dia usahakan meskipun dia tahu kondisi anakku tidak baik dan tidak akan membaik.
    12.kartika ku, aku berharap banyak padamu,karena kamu adalah rumah sakit terbagus disukabumi,tapi sayang perawatmu disana dan sustermu tidak ada yang berpengalaman,hanya mengandalkan rupa saja.doktermu tidak pernah berkominikasi dengan dr.specialis.
    dan kartika ku katakan pada pasien kalau dokter tetap dan dokter tamu itu berbeda.
    oh... aku sangat mengerti sekali.karena sustermu berkata dokter.bedah di rumah sakit kami memang tidak ada,jadi adanya cuma dokter tamu.WAW !!!!
    dan jangan pernah memberi harapan dengan membuat atau memberi pilihan ketika pasien akan keluar atau pindah. aku telah memilih pilihanmu yang salah.
    13.akhirnya putraku tak terselamatkan aku memberi nyawa padamu kartika ku.

Aku yang tersakiti 


3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Sampai tulisan ini diturunkan keluarga belum ada kesepakatan dengan rumah sakit. jalan hukum yang akan ditempuh sedikit terhambat karena kuasa hukum "terlalu pintar" mengurus kasus. Tanpa seizin keluarga bukan pidana dan perdata yang diajukan, malah mereka datang ke rumah sakit langsung melakukan "mediasi", entah apa maksud mereka. padahal keluarga menginginkan ada pidana dan perdata pada kasus ini.
    Pihak rumah sakit sendiri mengutus seorang dokter yang kebetulan buka praktik di dekat rumah si ibu, agar ada pembicaraan baik-baik antara keluarga korban (pasien) dengan managemen rumah sakit, pemilik, dan dokter yang bersangkutan.
    Ternyata para wakil dari rumah sakit datang dan membawa "amplop" sebagai uang duka, dan mengatakan dokter bedah sudah dipecat! (lho.. kemaren2 kemana aja dok?! sdh amsuk koran baru ada ucapan turut bela sungkawa? pake ada uang duka segala...)
    hal ini membuat keluarga tersinggung, dan tetap menginginkan dipertemukan dengan dokter edy dan suster yang menangani Rasya. atau tuntutan akan lebih berat.
    Mudah-mudahan postingan ini bisa menjadi pembelajaran bagi keluarga korban, pihak rumahsakit, dokter dan kita semua, agar tidak ada lagi Rasya-Rasya berikutnya.

    BalasHapus
  3. Berikut percakapan ketika keluarga bertemu dng dokter yg mengoperasi:
    dr.eddy yuswardi bilang anak aku ususnya bengkak dan membusuk tapi waktu dioprasi ususnya hanya dibersihkan setelah itu dikompres dan memerah dan masih bisa dipergunakan jadi tidak usah dipotong,dan kalau soal kejang itu bukan urusan saya,kalau soal usus buntunya yg dipotong saya sudah berbaik hati pada ibu supaya anak ibu kalau sudah besar tidak ada penyakit usus buntu.dan kata dr.cahyo,ibu usus anak ibu kalau dipotong mati tidak dipotong juga mati karena sudah membusuk.ih dasar dokter goblog ngasih jawaban seenak perutnya.jadi anak saya mati yang harus disalahkan siapa dokter???? hanya diam dokter goblok.
    ya allah aku tak kuasa apa apa,bahkan aku tak bisa menolong anakku.semua kukembalikan padamu,semoga dokter2 itu diberi ganjaran yang setimpal dengan perbuatan yang telah dia lakukan kepada anakku dan keluargaku.emosiku masih memuncak,dendamku belum terbalaskan.

    BalasHapus